Thursday, January 8, 2009

(1) Have you ever been in love so bad?

Have you ever been in love with a guy?

A guy who simply just took your breath away hanya dengan menatap balik ke arahmu dan membiarkanmu terperangkap tak berdaya di sana? Lalu kamu malu setengah mati karena sudah ketahuan telah menelanjangi wajahnya yang terlihat sangat maskulin dengan cambang yang dibiarkan tumbuh tak rapi bak membingkai paruh bawah wajahnya? Juga terlihat sangat manis ketika melemparkan senyumnya dan membuatmu sungguh tak bisa membalas senyum itu?

Well,


I’ve been in love with that guy; the kind of guy that looked so beautiful in any suits he wears; kaos lengan pendek berkerah warna putih yang dipadukan celana jeans serta sepatu olahraga, kemeja lengan panjang yang digulung sesikut berpadu dengan celana bahan dan sepatu kerja yang seringkali tak tersentuh semir, atau kaos polos dengan celana selutut dan sandal jepit Adidas. Whatever he wears, merek apapun, kumal atau freshly taken from the laundry spot, tetap saja he looks absolutely handsome.


Did I just say how handsome he is?


Ah, I did! I really did. Laki-laki itu memang terlihat sangat ganteng meskipun tubuhnya dipenuhi keringat. Doesn’t need mirror to say how attractive he is or some other girls to say how cute he is, karena memang begitulah dia.


A guy… rr… okay. MY guy, who’s so amazingly gorgeous in any suits, who’s so damn romantic in treating me, who’s so clever on doing his daily jobs, and for some other reasons I would rather not mention them to you. Seperti yang pernah dikatakan Ross Geller di dua episode terakhir Friends, “I’m not the kind of man who kiss and tell, and I’m also not the man who had sex and not telling anyone!” Hihihi. Apa coba, maksudnya?


Aku memang selalu jatuh hati dengan lelaki yang tahu apa yang dia kerjakan. I mean, aku menyukai orang yang sudah memiliki rencana-rencana dalam kehidupannya. Hidup memang menggelinding dan faith atau destiny telah ditentukan sebelum roh dihembuskan dalam tubuh, tapi alangkah indahnya bila kita tahu bagaimana menghadapi hidup, kan? Mengerti apa yang harus dilakukan, mengerti apa yang ingin dilakukan, adalah satu hal yang aku kagumi dari lelaki itu.


In his age, almost forty (and super duper sexy!), dia telah mewujudkan impiannya sejak masih menggunakan abjad ABC sampai Z untuk merangkai kalimat-kalimat tentang Ibu-nya Budi, Bapak-nya Budi, juga Wati-nya Budi yang kakaknya itu. Membangun sebuah gedung sekolah, membuka sebuah restoran, sekaligus menjadi seorang Branch Manager di perusahaan pelayaran.


Once he said, “Aku benar-benar kepengen jadi pengajar, Sweetie…”


“Well, kamu malah pemilik Yayasan, kan?”


“Hm, I mean, really, really teaching. Saat melihat Ayah mengayuh sepeda ke sekolah negeri di kota kami, aku tahu, someday aku pingin seperti beliau…”


“Menjadi seorang Oemar Bakrie yang tanpa bayaran? Mengabdi, gitu?”


“It’s not always about the money, kan, Sweet? Sometimes, ada hal-hal yang tidak pernah bisa diukur dengan uang. Seperti kebahagiaan, kepedulian, cinta….”


Ya. Seperti yang aku rasakan padanya; pada lelaki yang akhirnya bilang, “Being a teacher is one of my favorit dream, Sweet. Selain itu, aku kepingin menjadi pengusaha rumah makan tempat Ibu bisa mewarisi resep-resep masakannya yang dahsyat…”


Don’t you just love to see your man talking about his dreams and how he could manage to make those dreams come true? Don’t you just love to see the sparkling stars in his eyes? And at the same time, dia memelukmu erat dan membiarkan jari-jemarinya mengusap bahumu pelan dan lembut?

Ah, memang akan selalu ada hal-hal yang tak pernah bisa terbeli dengan uang.

Zara, Mango, Banana Republic… well, itu adalah barang-barang yang bisa dibeli dengan uang atau kartu plastik hebat bernama Credit Card.


Hachi Hachi Bistro, Penang Village, Jade Imperial… hem, those fancy restaurants just only accepted cash or credit card, bukan kasih sayang atau rengekan penuh simpati.


Toilet yang gratisan pun sudah jarang, kecuali toilet di apartemen atau rumahmu sendiri.

There’s something that money can’t ever buy.

Let me tell you mine.

Pelukan Kekasih ketika lama tak bertemu, kalimat-kalimat nakal dan bawel di telepon saat berjauhan, sentuhan di dahi saat merapikan poni yang jatuh berantakan di dahi, bantuan Kekasih ketika mengkaitkan gelang silver bersepuh emas putih, dan sekedar bertanya, “Hey, kamu keliatan nggak sehat. Aku antar ke dokter, ya?”

Tidak akan bisa tergantikan dengan uang, dalam jenis apapun. Logam, kertas, dan jenis mata uangnya.


Just simply because I love him. Dan kebersamaanku dengan Kekasih tercinta, adalah satu hal yang tak pernah ada sangkut pautnya dengan jumlah materi dan kucuran uang bulanan yang bisa saja aku minta darinya.

I love him.
I really do.

Meskipun aku tahu, loving him is the craziest decision ever made so far.

Because he’s not just mine.
Because he belongs to another woman, far away in his hometown.
Please blame or curse me in any language you know for this horrible thing I do.
But please don’t blame me for falling in love so deep with a guy, who’s now looking back at me, smiling at me, and kissing me so deeply like he never kissed me before.

So have you ever been in love badly?


Sangat mencintainya sampai meninggalkan logikamu di bawah kolong tidur sehingga kamu bebas mencium dan memeluknya meskipun kamu tahu semua ini adalah sangat salah?

Well, I have.
Nope.
I do.
Sekarang.
Saat ini.

Pada lelaki yang tadi menunjukkan dua lembar konser musik penyanyi favoritku, Mariah Carey, yang menyelenggarakan konser-nya di Singapura, lengkap dengan tiket pesawatnya sekaligus…


0 comments: