Thursday, January 8, 2009

(4) Radit's Addict

What’s your most favorite TV series?

Ally McBeal? Friends? Brothers and Sisters? Sex and the City?

Wait, stop right there. Kalau kamu menyukai empat serial televisi itu, aku bakal merinding dangdut karena akan mengira bahwa kita kembaran!

Kelana Lesmana Dewi adalah pecinta empat serial televisi itu dan tak pernah sanggup melewatkan satu episode pun kalau sedang tayang di televisi. Untunglah sekarang semua serial itu sudah diformat dalam bentuk keping DVD, sehingga aku bisa memutarnya, again and again, di DVD player ruang tamu, sambil mengemil kacang rebus.

And what makes it even better adalah… ketika aku menikmatinya sambil duduk di atas sofa yang empuk, dengan lengan Radit yang merangkulku hangat.

Is it the TV, or is it because of he’s here?

Entahlah, momen-momen duduk di depan televisi sambil bercengkerama mesra bersama Radit adalah momen yang aku rindukan ketika lelaki-ku itu harus pulang ke Jakarta. Makanya, aku menikmati sekali setiap guliran detik itu, sambil memanjakan tubuhku dan berpuas-puas mencium harum tubuh Radit yang sensual karena bau cologne dan tembakau yang terbakar.

Seperti sekarang.

“Jadi, Helen pingsan beneran?” Tanya Radit usai mengecup pinggir dahiku, lembut.

“Not really, tapi aku curiga… dia pipis di celana,” sahutku sambil tertawa. Radit ikut tertawa terbahak-bahak, mungkin dia membayangkan betapa ‘mengerikannya’ melihat Helena pipis di celananya, di sebuah fancy restaurant yang tidak pernah sepi meskipun sedang krisis.

“I bet she did…”

“Well, aku belum pastikan, sih. Ntar aku telepon dia, deh..”

“Haha, iseng bener sih, kamu, Sweet…”

“Bukannya itu yang bikin kamu jatuh cinta sama aku, hm?”

Radit pernah membocorkan sebuah rahasia padaku, di kencan pertama kami. Saat itu, kami sedang makan siang di Hachi Hachi Bistro, karena beberapa kali kami bumped into each other then we decided to have the real date.

Saat itu, Radit bilang, “You know what’s the best part of you?” Tanya Radit setelah meletakkan sumpitnya lalu memandangiku dengan matanya yang indah.

Jujur saja, it was the most awkward moment ever happened in life, mengalahkan wawancara pertama dengan Bos Taiwanku, salah masuk ke toilet pria, dan bohong pada Bos kalau aku sedang sakit lalu siangnya ketemu di mal dan beliau melihat aku sedang memborong kaos-kaos cantik di Orange… perfectly healthy!

“Do you?” tentunya aku nggak bisa bilang kalau the best part of me is the size of my bra, kan?  Dan aku memilih untuk membiarkan Radit melanjutkan kata-katanya.

“I do,” sahutnya pendek. Masih memandangiku seolah aku sedang telanjang… or did he picture me that way?

“Apa?”

“The way you smile…”
Senyum ala Luna Maya itu, kah, Dit?

“The way you laugh…”
Yang sanggup membuat orang menoleh berkali-kali untuk memastikan bahwa aku ini perempuan biasa bukannya titisan nenek lampir itu?

“The way you talk…”
Yang, only God knows, when I stop?

“The way you dress…”
Oh, I’m pretty aware of this one. Aku memang paling anti keluar dari rumah dengan pakaian yang tidak match antara baju, rok/celana, sepatu, tas, dan tatanan make up.

“The way you make jokes…”
Ah, everybody says that I am a natural standing comedian. Kata mereka, tanpa kehadiran seorang Kelana, kantor kami menjadi kuburan saking sepinya!

“And one thing…”
Radit sengaja menggantung kalimatnya dan membuatku penasaran.
“Kamu tahu, apa yang terakhir itu?”

Aku menggelengkan kepala. Aku hanya terdiam memandanginya, minus kata-kata, seperti seseorang yang tengah terhipnotis oleh si Ganteng Rommy Raffael.

Pertama kalinya, Radit menyentuh punggung jemariku dan mengelusnya perlahan. “The way you look at me… seperti sekarang.”

Perasaan yang berdebar-debar itulah yang kini aku rasakan setiap kali Radit menciumku, memelukku, menyentuh ujung hidung, dan menggelitik pinggangku. Every tiny thing he does, membuatku selalu merasakan debaran aneh di atas perutku.

Carrie Bradshaw pernah menyebutnya sebagai Zsa Zsa Zsu.

Helena menyebutnya sebagai Butterfly.

Tapi aku menyebutnya sebagai addict; sebuah kecanduan yang membuatku sebel setengah mati setiap dia harus berpamitan pulang ke apartemennya sendiri.

0 comments: