Thursday, January 8, 2009

(2) Frank Sinatra

Ting!

Pintu lift terbuka.

Aku segera melangkah keluar dari dalam lift lalu berjalan menuju ruanganku. Hari masih terlalu pagi dan biasanya memang tidak ada yang repot-repot menyambutku dengan senyum khas seorang anak buah pada atasannya, kecuali Pak Dadi, office boy kantor yang memang sudah sangat akrab denganku sejak sepuluh tahun aku bekerja di kantor ini.

“Pagi, Mbak Lana… Saya sudah siapkan kopi buat Mbak Lana di meja…”

Do you know how addicted I am to coffee? Bukan kafein-nya yang membuatku sangat kecanduan, tapi faktor psikologisnya yang bisa memain-mainkan perasaanku untuk terus mencanduinya. Heran, ya? Well, welcome to the club, then. Aku juga merasa sangat aneh kenapa kopi membuatku lebih merasa tenang setelah mengkonsumsinya.

“Pagi, Pak…” aku menjawab sambil melemparkan senyum andalan. No teeth, light, tapi dengan mata berbinar. Bingung membayangkannya, hm? Coba bayangkan saja Luna Maya sedang tersenyum, kamu pasti akan tahu bagaimana cantiknya seorang Kelana (he-eh, itu aku!) ketika melemparkan senyum andalannya. “Makasih kopinya, Pak. Bapak sehat, kan?”

Kebiasaanku adalah bertanya, “Sehat, kan?” Pada siapapun. Bertemu dengan random friends di jalan, di email-email, di ujung telepon. Entahlah, ini sudah menjadi semacam kebiasaan baik yang tidak ingin aku hentikan. Rasanya tenang sekali kalau tahu lawan bicara kita sedang in good condition. Masa ini bisa bikin orang masuk neraka, sih?

“Sehat, Mbak Lana… Oh ya, tadi dicari sama Mbak Helen, Mbak.”

“Helen?”

Helena adalah sahabatku. Kami bertemu ketika masih sama-sama junior di kantor pelayaran ini. Latar belakang kami yang seusia, doyan hang out, pecinta kopi, dan menganggap bahwa George Clooney adalah lelaki paling seksi di seluruh muka bumi, telah menjadikan aku dan Helen seperti perangko dan amplopnya (hih, kenapa aku jadi nggak tega gitu ya, menulis ini? Perangko dan amplop? Wait, wait… ungkapan jaman kapan itu? Hehe). Meskipun kini dia berselingkuh dari perusahaan ini lalu menjadi kepala keuangan di kantor yang lain, kami tetap sering berkomunikasi seperti layaknya sepasang kekasih… ups, wait, wait a second. Please ignore the last sentence, would you?

“Iya, Mbak. Tadi kira-kira lima belas menit yang lalu Mbak Helen ke sini. Bawa sesuatu, Mbak… Kayak kado ulang tahun gitu… Dibungkus kertas kado, Mbak… Sekarang ada di meja…”

Sesuatu? Dibungkus kertas kado? Seperti kado ulang tahun? Hey, it’s not my birthday….. is it?
Aku sudah lama tidak melihat kalender, barang yang hanya aku lihat setiap Radit meninggalkan aku untuk kembali ke Jakarta, menemui istri dan dua jagoannya. Kalau Radit pulang kampung seperti itu (hey, sejak kapan Jakarta jadi kampung, ya?), kalender menjadi salah tingkah karena aku pandangi terus-menerus! Sembari menatap angka-angkanya, aku berharap penanggalannya segera berganti, supaya aku segera bisa bertemu Radit kembali.

Jadi bisa dimaklumi, kan, kalau aku jadi lupa dengan penanggalan kalau dua hari yang lalu Radit pulang ke Surabaya dan kami menikmati malam-malam kami di depan televisi yang menyala serta sepiring pisang goreng buatan Bik Inah?

“Mbak Lana ulang tahun, ya?” Tanya Pak Dadi.

“Sekarang tanggal berapa, sih, Pak?” Tanyaku dengan wajah bego. Ah, damn. Meskipun aku memakai setelan jas yang mahal dan stiletto warna hitam serta tatanan rambut super trendy, tetap saja aku terlihat sangat bego kalau sedang kebingungan.

“Mmm… Tujuh, Mbak… Iya, tujuh…”

Spontan aku berteriak. “Tujuh Februari, Pak??? Maret apa Februari, sih???” Tuh, kan. Bego lagi, kan? Kalau hari ini sudah tujuh Maret, ada berapa laporan penting yang tidak aku submit ke Taiwan dan mungkin aku sudah mengantungi Third and Final Warning Letter yang dikeluarkan oleh petinggi perusahaan!

“Februari, Mbak…” Pak Dadi dengan sabar meluruskan lagi. “Mbak Lana beneran ulang tahun, ya…”
Aku tersenyum.

“Iya, Pak… Saya ulang tahun hari ini…”

No wonder, semalam tadi Radit memberikan tiket konser Mariah Carey dan berkata, “You’re so fucking amazing, don’t you know that? You’re not getting older, you’re just getting sexier…” Ah, bodohnya aku karena nggak sadar kalau itu adalah caranya mengucapkan selamat ulang tahun…

Dan later on, aku menemukan sebuah kado dari Helena di atas meja kerjaku, yang kemudian aku buka dan membuatku terkejut kesenangan. Koleksi CD Frank Sinatra from time to time yang bisa membuat pecinta Frank Sinatra seperti Kelana Lesmana Dewi, bisa meneteskan air mata bombainya…

0 comments: